Showing posts with label Agama. Show all posts
Showing posts with label Agama. Show all posts

PERIODESASI HARI AKHIR SETELAH KIAMAT KUBRO (Menurut dalil Al-qur’an dan Hadist)

Assalamualaikum Sahabat! Kali ini kami akan membahas tentang Periodisasi Hari Akhir. Dalam pembahasan kali ini kami memaparkan beberapa penjelasan berupa tahapan berurutan yaitu, Periodisasi Hari Akhir, tahapannya yaitu, Yaummul Ba'ats, Yaummul Hasyr, Buku Catatan, Yaummul Hisab dan Mizan, As-Sirat, Yaummul Jaza, Balasan Perbuatan Baik dengan Surga, Balasan Perbuatan Buruk dengan Neraka. Langsung saja menuju ke pembahasan! Selamat Membaca! 

www.pandaibelajar.com


PERIODESASI HARI AKHIR SETELAH KIAMAT KUBRO 

1. Yaummul Ba’ats

Setelah berlangsungnya kiamat kubro atau kiamat besar yaitu berupa kehancuran alam semesta dan musnahnya alam semesta termasuk juga manusia yang ada di dalamnya, lalu selanjutnya terjadilah  hari kebangkitan atau yang disebut dengan Yaummul Ba’ats. Hari kebangkitan ini adalah suatu proses dibangkitkannya seluruh makhluk hidup dari alam kubur. Firman Allah Swt.:

Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepada mereka apa saja yang mereka telah kerjakan, dan Allah mengumpukan semua amal perbuatan mereka padahal mereka sudah melupakannya dan Allah menyaksikan atas segala sesuatu. (Q.S. al-Muj±dalah/58:6).

2. Yaummul Hasyr

Yaumul Hasyr adalah hari berkumpulnya seluruh manusia setelah dibangkitkan dari kuburnya masing-masing. Kemudian semua manusia tak terkecuali digiring ke tempat yang luas yaitu disebut dengan  Padang Mahsyar atau tempat berkumpul. Firman Allah Swt.:

Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka. (Q.S. al-Kahfi/18:47).

3. Buku Catatan 

Setiap manusia di alam atau padang mahsyar mempunyai buku catatan atau sebuah kitab perjalanan hidup masing-masing yang sudah dicatat Malaikat Raqīb dan ‘Atīd. Kitab catatan ini berisi semua perbuatan dan perkataan manusia semasa kita hidup di dunia. Firman Allah Swt.:

Dan diletakkan kitab, lalu akan kamu lihat rang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang tertulis di dalamnya dan mereka berkata Wahai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak melupakan yang kecil dan tidak pula yang besar, melainkan ia mencatat semuanya. Mereka memperoleh di hadapan mereka apa-apa yang telah mereka kerjakan. Dan Tuhanmu tidak akan menganiaya seseorang pun. (Q.S. al-Kahfi/18:49).

4. Yaummul Hisab dan Mizan

Yaumul Hisab adalah hari di mana ketika Allah Swt. memperlihatkan semua amalan di akhirat untuk dihisab. Segala dosa besar dan kecil dihitung dengan seksama dan teliti dan juga tidak ada sedikitpun yang terlewatkan. Ketika amalan mereka dihitung, anggota tubuh mereka ikut menjadi saksi. Firman Allah Swt.:

Pada hari itu lidah, tangan, dan kaki masing-masing menjadi saksi atas perbuatan yang telah mereka kerjakan. (Q.S. an-Nμr/24:24).

Tahapan selanjutnya setelah hisab selesai adalah Mizan. Mizan adalah timbangan yang adil berisi kebajikan dan juga kejahatan yang telah diperbuat setiap manusia semasa hidupnya di dunia. Setiap orang ditimbang amalnya dengan seadil-adilnya dan sangat teliti. Firman Allah Swt.:

Dan Kami letakkan timbangan yang tepat (adil) pada hari kiamat dan tidak seorang pun dirugikan walau sedikit. Dan jika amalan itu hanya seberat zarrah pasti kami berikan (pahalanya). Dan cukuplah kami saja yang memperhitungkannya. (Q.S. al-Anbiy±’/21:47). 

5. As-sirat 

As-sirāt adalah jembatan yang terbentang di atas neraka menuju surga. Mudah atau sulitnya melewati A¡-sirāt itu tergantung kepada amalan setiap manusia di dunia. Rasulullah saw. bersabda:

Terbentanglah jembatan (As-sirāt) itu di antara dua tepi Neraka Jahanam. (H.R. Muslim).

6. Yaummul Jaza 

Yaumul Jaza’ yaitu suatu hari  di mana ketika semua manusia akan menerima balasan Allah Swt. (Jaza’). Balasan yang diterima seseorang sesuai dengan amalnya selama ia hidup di dunia. Firman Allah:

Pada hari itu tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang telah diusahakannya. Tidak seorang pun dirugikan pada hari tersebut. Sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (Q.S al-Mukmin/40:17).

7. Balasan Perbuatan Baik dengan Surga 

Setelah seluruh manusia dihisab dan melalui timbangan, mereka diberikan balasan yang sesuai dengan amal perbuatannya. Pada saat itu terbagilah manusia menjadi dua golongan. Adapun bagi mukmin yang bertakwa kepada Allah Swt. pasti akan menerima balasan yang setara,yaitu berupa surga. Surga disediakan Allah Swt. sebagai karunia kepada hamba-Nya.  

8. Balasan Perbuatan Buruk dengan Neraka
 
Adapun orang yang selama hidup di dunia lebih banyak mengerjakan perbuatan jahat, maksiat, tercela, dan kafir terhadap Allah Swt. kufur kepada ajaran dan nikmat Allah Swt., maka akan menerima balasan yang jahat pula.

Sebagian kegetiran dan kerasnya siksaan neraka, digambarkan melalui firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Gāsyiyah/88:4-7:

Memasuki api yang sangat panas (neraka), diberi minuman dengan air dari sumber yang sangat panas. Mereka tidak memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.



Larangan dan Anjuran dalam Menguburkan Jenazah

Hallo Assalamualaikum Sahabat! Pada kesempatan kali ini kami akan membahas tentang Larangan dan Anjuran dalam Menguburkan Jenazah dan masih banyak yang perlu kita perhatikan pada saat proses menguburkan jenzah. Mari simak penjelasan selengkapny dibawah ini! Selamat Membaca dan Semoga Bermanfaat!

www.pandaibelajar.com

MENGUBUR JENAZAH

Perihal mengubur jenazah ini ada beberapa penjelasan dan apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. 

  1. Rasulullah saw. menganjurkan agar jenazah segera dikuburkan, maka dari itu jenazah harulah sesegera mungkin untuk kebumikan, sesuai sabdanya yang artinya: dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Muhammad saw. bersabda: Segerakanlah menguburkan jenazah... (H.R. Bukhari Muslim). 
  2. Sebaiknya atau sangat dianjurkan bahwa prosesi penguburan jenazah dilaksanakan pada siang hari. Akan tetapi, mengubur mayat pada malam hari juga diperbolehkan apabila dalam keadaan terpaksa atau mendesak seperti karena bau yang sangat menyengat dari jenazah tersebut meskipun sudah diberi wangi-wangian dan semacamnya, atau karena sesuatu faktor lain yang membuat jenazah tersebut harus disegerakan untuk dikuburkan. 
  3. Anjuran untuk meluaskan atau melapangkan lubang kubur. Rasulullah saw. pernah mengantar jenazah sampai ke kuburnya lalu di kuburnya beliau duduk di tepi lubang kubur tersebut,\ dan bersabda, Luaskanlah pada bagian kepala, dan luaskan juga pada bagian kakinya. Ada beberapa kurma baginya di surga. (HR. Ahmad dan Abu Dawud). 
  4. Diperbolehkan untuk menguburkan dua atau tiga jenazah dalam satu liang kubur. Hal itu terlihat dilakukan pada zaman Rasulullah sewaktu usai perang Uhud. Rasulullah saw. bersabda, Galilah dan dalamkanlah. Baguskanlah dan masukkanlah dua atau tiga orang di dalam satu liang kubur. Dahulukanlah (masukkan lebih dulu) orang yang paling banyak hafal al-Qur’ān. (HR. Nasai dan Tirmidzi dari Hisyam bin Amir ra.). 
  5. Bacaan yang dibaca pada saat seseorang meletakan mayat atau jenazah di dalam kubur maka seharusnya membaca bacaan seperti yang dibaca oleh Rasulullah yang artinya : Dengan nama Allah dan nama agama Rasulullah. Dalam riwayat lain bacaannya yang berarti : Dengan nama Allah dan nama agama rasulullah dan atas nama sunnah Rasulullah. (HR. Lima ahli hadis, kecuali Nasai dan Ibnu Umar ra.).
  6. Larangan bagi setiap umat rasulullah untuk memperindah kuburan. Jabir ra. menerangkan, Rasulullah saw. melarang mengecat kuburan, duduk, dan membuat bangunan di atasnya. (HR. Muslim).
  7. Sebelum proses penguburan jenazah dilakukan, ahli waris atau keluarga hendaklah bersedia menjadi penjamin untuk menyelesaikan atas hutang-hutang si mayat jika ada, baik dari harta yang ditinggalkannya atau ditambah dari sumbangan keluarganya. Nabi Muhammad saw. bersabda: Diri orang mu’min itu tergantung (tidak sampai ke hadirat Tuhan), karena hutangnya, sampai dibayar dahulu utangnya itu (oleh keluarganya). (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Hurairah ra.).
  8. Hadapkan jenazah yang dikebumikan ke arah kiblat. 

Taziyyah dan Ziarah Kubur

Assalamualaikum Sahabat! Pada kesempatan yang baik kali ini kami akan membahas tentang Ta'ziyyah atau Melayat dan juga Ziarah Kubur. Dalam pembahasan kali ini seperti biasa kami membahas beberapa subbagian yaitu, Ta'ziyyah atau Melayat dan Ziarah Kubur, Adab Bertaziyyah, Adab Ziarah Kubur, dan Hikmah Ziarah Kubur. Dari pada berlama-lama mending kita langsung saja ke pebahasan di bawah ini, Semoga bermanfaat Sahabat! dan Selamat Membaca!

www.pandaibelajar.com


TA'ZIYYAH DAN ZIARAH KUBUR

A. Ta'ziyyah atau Melayat

Ta’ziyyah atau disebut juga dengan melayat adalah mengunjungi orang yang sedang tertimpa musibah berupa musibah kematian salah seorang dari anggota keluarganya dan tujuan berta'ziyyah ini adalah dalam rangka menghibur atau memberi semangat kepada keluarga yang ditinggalkan. Para mu’azziy³n atau jika dibahasa Indonesiakan artinya orang laki-laki yang ber-ta’ziyyah atau mu’azziyāt dalam bahasa Indonesia artinya orang perempuan yang ber-ta’ziyyah hendaknya bahkan merupakan sebuah keharusan untuk memberikan dorongan berupa kekuatan mental atau menasihati agar orang yang tertimpa musibah tetap sabar dan tabah menghadapi semua musibah yang berupa cobaan ini. Umayah ra. mengatakan bahwa anak perempuan dari Rasulullah saw. menyuruh seseorang untuk memanggil dan memberi tahu beliau bahwa anaknya dalam keadaan sekarat atau hampir mati. Lalu, beliau bersabda, Kembalilah engkau kepadanya. Katakan bahwa segala yang diambil dan yang diberikan, bahkan apa pun yang ada di hadapan kita kepunyaan Allah. Dialah yang menentukan ajalnya, maka suruhlah ia sabar dan tunduk kepada perintah. (HR. Bukhari Muslim).

Adab atau etika orang yang ber-ta’ziyyah antara lain sebagai berikut.

  1. Menyampaikan doa untuk kebaikan dan ampunan terhadap orang yang meninggal serta kesabaran bagi orang yang ditinggalkan oleh almarhum atau almarhumah.
  2. Hindarilah pembicaraan yang menambah sedih keluarga yang ditimpa musibah tersebut.
  3. Hindarilah canda-tawa apalagi sampai terbahak-bahak.
  4. Usahakan turut serta dalam menyalati mayat dan turut mengantarkan ke pemakaman sampai selesai penguburan.
  5. Membuatkan makanan bagi keluarga yang ditimpa musibah.


Demikianlah perintah dari Rasulullah saw. kepada keluarganya sewaktu keluarga Ja’far ditimpa kematian (HR. Lima Ahli Hadis kecuali Nasai). 

B. Ziarah Kubur

Ziarah dalam bahasa Indonesia artinya berkunjung, sedangkan kubur artinya kuburan. Ziarah kubur berarti kunjuangan seseorang ke pemakaman atau berkunjung ke kuburan. Awalnya Rasulullah saw. melarang umat Islam untuk berziarah ke pemakaman atau pekuburan karena dikhawatirkan akan melakukan sesuatu hal yang tidak baik dalam ziarah tersebut, misalnya menangis berlebihan di atas kuburan, bersedih, meratapi, bahkan yang lebih bahaya lagi adalah mengultuskan mayat yang ada di kuburan. Akan tetapi, karena pertimbangan tentang mengingat mati itu penting, dan di antara mengingat mati adalah ziarah kubur tersebut, maka Rasulullah saw. menganjurkan berziarah dengan tujuan untuk mengingat mati. Rasulullah saw. bersabda yang artinya: 

Dari Abdullah bin Buraidah berkata, Rasulullah saw. bersabda: Aku pernah melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah kalian ke kubur. (HR. Nasā’i).

Di antara hikmah dari ziarah kubur ini yaitu sebagai berikut.
  1. Mengingat kematian.
  2. Dapat bersikap zuhud atau artinya adalah menjauhkan diri dari sifat keduniawian.
  3. Mendorong agar selalu ingin berbuat baik sebagai bekal kelak di alam kubur dan hari akhir.
  4. Mendoakan si mayat yang muslim agar diampuni dosanya dan diberi kesejahteraan di akhirat.

Apabila kita mau berziarah kubur, sebaiknya perhatikan adab atau etika berziarah kubur, adabnya yaitu sebagai berikut.
  1. Ketika mau berziarah, niatkan dengan ikhlas karena Allah Swt., tunduk hati dan merasa diawasi oleh Allah Swt.
  2. Sesampai di pintu kuburan, ucapkan salam sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw.yang artinya: Keselamatan semoga tetap bagimu wahai ahli kubur dan Insya Allah kami akan bertemu dengan kamu semua. (HR. Tarmidy). 
  3. Tidak banyak bicara mengenai urusan duniawi di atas kuburan.
  4. Berdoa untuk ampunan dan kesejahteraan si mayat di alam barzah dan akhirat kelak.
  5. Diusahakan tidak berjalan melangkahi kuburan atau menduduki nisan atau tanda kuburan.

PERAWATAN JENAZAH : Memandikan dan Mengafani Jenazah

Hallo, Assalamualaikum Sahabat PandaiBelajar! Dalam kesempatan kali ini kami akan membahas tentang Perawatan Jenazah. Di dalam pembahasan kali ini terdapat beberapa bagian yang akan dibahas yaitu, Perawatan Terahadap Jenazah, Memandikan Jenazah (Syarat Wajib Memandikan Jenazah, Yang Berhak Memandikan Jenazah), Tata Cara Memandikan Jenazah, Mengafani Jenazah. Langsung saja kita simak dengan seksama pembahasan di bawah ini!

www.pandaibelajar.com


PERWATAN JENAZAH 

Apabila seseorang dikatakan telah pasti meninggal dunia atau juga wafat baik dalam keadaan apapun, ada beberapa hal yang harus benar-benar disegerakan dalam pengurusan jenazah yang meninggal tersebut oleh keluarganya yaitu, memandikan jenazah tersebut, mengafani jenazah tersebut, menyalati dan menguburkannya secara baik dan benar. Akan tetapi, sebelum mayat itu dimandikan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terhadap kondisi jenazah tersebut yaitu, sebagai berikut.
  1. Pejamkanlah matanya dan mohonkanlah ampunan untuknya kepada Allah Swt. atas segala dosa yang telah diperbuatnya.
  2. Tutuplah seluruh badannya dengan kain sebagai penghormatan terhadapnya dan agar tidak kelihatan auratnya.
  3. Ditempatkan di tempat yang aman dari jangkauan binatang-binatang.
  4. Bagi keluarga dan sahabat-sahabat dekatnya tidak ada larangan untuk mencium si mayat. 
A. Memandikan Jenazah

 1. Syarat-syarat wajib memandikan jenazah
  • Jenazah tersebut beragama Islam. Apapun alirannya, suku, budaya, ras, mazhab, dan profesinya.
  • Tubuhnya ada walaupun hanya sedikit.
  • Bukan mati syahid atau mati dalam peperangan dalam membela agama islam.
 2. Yang berhak memandikan jenazah

  • Apabila jenazah itu laki-laki, yang memandikannya hendaklah laki-laki pula yang semahram. Perempuan tidak boleh memandikan jenazah laki-laki, kecuali istri dan mahram-nya.
  • Apabila jenazah itu perempuan, hendaklah dimandikan oleh perempuan, laki-laki tidak boleh memandikan kecuali suami atau mahram-nya.
  • Apabila jenazah itu seorang istri, sementara suami dan mahram-nya pada saat itu ada semua di tempat atau di rumah duka, maka suamilah yang lebih berhak untuk memandikan istrinya sendiri.
  • Apabila jenazah itu seorang suami, sementara istri dan mahram-nya pada saat itu ada di tempat atau rumah duka semua, maka seorang istrilah yang lebih berhak untuk memandikan suaminya.
Jika yang meninggal adalah mayat anak laki-laki yang masih kecil, perempuan boleh memandikannya. Begitu juga jika mayat atau jenazahnya yaitu anak perempuan masih kecil, maka laki-laki juga boleh memandikannya. 

Berikut ini tata cara memandikan jenazah. 
  • Dimandikan di tempat tertutup agar yang melihat hanya orang-orang yang memandikan dan yang mengurusnya saja.
  • Mayat diletakkan di tempat yang tinggi seperti dipan.
  • Dipakaikan kain basahan seperti sarung agar auratnya tidak terbuka.
  • Mayat didudukkan atau disandarkan pada sesuatu yang cukup kuat untuk menopang, lantas disapu perutnya sambil ditekan dengan cara perlahan-lahan agar semua kotorannya keluar, lantas dibersihkan dengan tangan kirinya, dalam hal ini dianjurkan mengenakan sarung tangan. Dalam hal ini boleh memakai wangi-wangian agar saat memandikan tidak terganggu oleh bau kotoran si mayat.
  • Setelah itu hendaklah mengganti sarung tangan untuk membersihkan mulut dan gigi si mayat.
  • Membersihkan semua kotoran dan najis.
  • Mewudhukan, setelah itu membasuh seluruh badannya.
  • Disunahkan membasuh tiga sampai lima kali.
Air untuk memandikan mayat sebaiknya menggunakan air dingin. Kecuali saat udara sangat dingin atau terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, boleh menggunakan air yang hangat. 

B. Mengafani Jenazah 

Pembelian kain kafan diambil dari uang si mayat sendiri. Apabila tidak ada, orang yang selama ini menghidupinya yang berhak membelikan kain kafan. Jika yang mengurus jenazah atau mayat semasa hidupnya tidak mampu untuk memenuhi hal tersebut, maka boleh diambil dari uang kas masjid, atau kas RT/RW, atau yang lainnya dengan cara yang sah. Apabila tidak ada seperti hal tersebut sama sekali, wajib hukumnya bagi orang muslim yang mampu untuk membiayai segala sesuatu yang diperlukan jenazah. 

Kain kafan paling tidak satu lapis. Sebaiknya tiga lapis bagi mayat laki-laki dan lima lapis bagi mayat perempuan. Setiap satu lapis di antaranya merupakan kain basahan. Abu Salamah ra. menceritakan, bahwa ia pernah bertanya kepada Aisyah ra. Berapa lapiskah kain kafan Rasulullah saw.? Tiga lapis kain putih, jawab Aisyah. (HR. Muslim).

Cara membungkusnya adalah hamparkan kain kafan helai demi helai dengan menaburkan kapur barus pada tiap lapisnya. Kemudian, si mayat diletakkan di atasnya. Kedua tangannya dilipat di atas dada dengan tangan kanan di atas tangan kiri. Mengafaninya pun tidak boleh asal-asalan. Apabila kalian mengafani mayat saudara kalian, kafanilah sebaik-baiknya. (HR. Muslim dari Jabir Abdullah ra.)A


Hak dan Kewajiban antara Suami Istri

Assalamualaikum sahabat PandaiBelajar! Kali ini kami akan membahas tentang Hak dan Kewajiban antara Suami Istri dalam Berumah Tangga. Di dalam pembahasan kali ini terdapat beberapa bagian yang dijelaskan yaitu, Kewajiban Timbal Balik antara Suami dan Istri, Kewajiban Suami terhadap Istri, dan Kewajiban Istri terhadap Suami. Langsung saja menuju pembahasan di bawah ini! Semoga bermanfaat!

www.pandaibelajar.com

  
HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA SUAMI ISTRI

Dengan telah dilaksanakannya atau berlangsungnya akad pernikahan, maka hal tersebut memberi konsekuensi adanya hak dan kewajiban terhadap suami istri, yang terdiri atas tiga hal, yaitu: kewajiban bersama secara timbal balik antara keduanya yaitu suami dan istri, kewajiban suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami. Berikut penjelasannya perihal tiga hak dan kewajiban suami istri.

1. Kewajiban Timbal Balik antara Suami dan Istri
  • Saling menikmati dan juga menghormati hubungan berupa fisik antara keduanya, termasuk hubungan seksual di antara mereka.
  • Timbulnya hubungan mahram di antara mereka berdua, sehingga istri diharamkan menikah dengan ayah suami dan seterusnya hingga garis keturunan ke atas, juga dengan anak dari suami dan seterusnya hingga garis keturunan ke bawah, walaupun setelah mereka bercerai. Demikian sebaliknya berlaku juga bagi suami.
  • Berlakunya hukum pewarisan antara keduanya.
  • Dihubungkannya nasab anak mereka dengan suami (dengan syarat kelahiran paling sedikit 6 bulan sejak berlangsungnya akad nikah dan dukhul/berhubungan suami isteri).
  • Berlangsungnya hubungan baik antara keduanya dengan berusaha melakukan pergaulan secara bijaksana, rukun, damai dan harmonis.
  • Menjaga penampilan lahiriah dalam rangka merawat keutuhan cinta dan kasih sayang di antara keduanya.
2. Kewajiban Suami terhadap Istri
  • Mahar. Memberikan mahar adalah wajib hukumnya bagi suami terhadap istrinya, maka mażhab Maliki memasukkan mahar ke dalam rukun nikah, sementara para fuqaha lain memasukkan mahar ke dalam syarat sah nikah itu sendiri, dengan alasan bahwa pembayaran mahar boleh ditangguhkan jika ada persetujuan.
  • Nafkah, Menafkahi adalah wajib hukunya, yaitu pemberian nafkah untuk istri demi memenuhi keperluan berupa makanan, pakaian, rumah yang termasuk dengan perabotnya, pembantu rumah tangga dan lain sebagainya, sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat sekitar pada umumnya.
  • Memimpin rumah tangga dengan baik.
  • Membimbing dan mendidik kepada istri dan anak-anaknya.
3. Kewajiban Istri terhadap Suami
  • Taat kepada suami. Istri yang setia kepada suaminya berarti dia telah mengimbangi kewajiban suaminya yang telah diberikan kepadanya. Ketaatan istri kepada suami hanya berlaku dalam hal kebaikan. Jika suami meminta istri untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan syariat Allah Swt., maka istri harus dengan tegas menolaknya, karena tidak ada ketaatan kepada manusia dalam kemaksiatan kepada Allah Swt..
  • Menjaga diri dan kehormatan keluarga sendiri. Menjaga kehormatan diri dan rumah tangga, adalah taat sepenuhnya kepada Allah Swt. dan juga suami, dan memelihara kehormatan diri sendiri bagi para istri jika seorang suami sedang tidak ada di rumah. Istri juga wajib menjaga harta dan kehormatan suaminya, karenanya istri tidak boleh keluar rumah tanpa seizin dari seorang suami.
  • Merawat dan mendidik anaknya dengan sebaik-baiknya. Walaupun hak dan kewajiban merawat dan mendidik anak itu merupakan hak dan kewajiban seorang suami, tetapi istri juga mempunyai peran berupa hak dan kewajiban yang sangat penting dalam merawat dan mendidik anak secara bersama-sama dengan sebaik-baiknya. Terlebih lagi seorang istri itu biasanya lebih dekat dengan anak-anaknya, karena dia lebih banyak tinggal di rumah bersama anak-anaknya. Maka, maju mundurnya pendidikan yang diperoleh anak banyak ditentukan oleh perhatian seorang ibu.

Sejarah Islam : Masa Kejayaan Islam dan Tokoh Cendikiawan Muslim

Assalamualaikum sahabat PandaiBelajar! Dalam kesempatan kali ini kami selaku admin akan memberikan pembahasan tentang Periodesasi sejarah Islam dan Masa Kejayaan Islam. Pembahasan ini terdapat beberapa bagian yang dibahas yaitu, Periodesasi Sejarah Islam (Periode Klasik, Periode Pertengahan, Periode Modern), dan Masa Kejayaan Islam (Kerajaan Umayyah dan Kerajaan Abbasyiah),  dan Tokoh-tokoh Cendikiawan Muslim. Langsung saja mari kita baca dengan seksama pembahasan di bawah ini!

www.pandaibelajar.com


A. Periodesasi Sejarah Islam

Menurut pendapat dari Harun Nasution dalam buku Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya membagi sejarah Islam ke dalam tiga periode besar yang berbeda yaitu sebagai berikut.

  1. Periode Klasik (650‒1250) Periode Klasik merupakan periode kejayaan Islam yang dibagi ke dalam dua fase, yaitu:
    a. fase ekspansi, integrasi, (650‒1000),
    b. fase disintegrasi (1000‒1250).
  2. Periode Pertengahan (1250‒1800) Periode Pertengahan merupakan periode kemunduran Islam yang dibagi ke dalam dua fase, yaitu:
    a. fase kemunduran (1250‒1500 M), dan
    b. fase munculnya ketiga kerajaan besar (1500‒1800), yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500‒1700 M) dan zaman kemunduran (1700‒1800).
  3. Periode Modern (1800‒dan seterusnya) Periode Modern merupakan periode kebangkitan umat Islam yang ditandai dengan munculnya para pembaharu Islam.
B. Masa Kejayaan Islam

Masa kejayaan Islam terjadi pada sekitar kurang lebih tahun 650‒1250. Periode ini disebut juga dengan Periode Klasik. Pada kurun waktu tersebut, terdapat dua kerajaan yang sangat besar, yaitu Kerajaan Umayyah atau sering disebut juga dengan Daulah Umayyah dan Kerajaan Abbasiyah yang sering disebut juga dengan Daulah Abbasiyah.


Pada masa kerajaan Bani Umayyah, perkembangan Islam yang sangat pesat ditandai dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam dan berdirinya bangunan-bangunan  yang dipergunakan sebagai pusat dakwah Islam. Kemajuan Islam pada masa ini meliputi berbagai hal yaitu, bidang politik, keagamaan, ekonomi, ilmu bangunan (arsitektur), sosial, dan juga bidang militer.

Sementara perkembangan Islam pada masa kerajaan atau pemerintahan Bani Abbasiyah ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dengan melahirkan banyak ilmuan muslim dunia. Kemajuan Islam pada masa ini meliputi bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, ilmu bangunan (arsitektur), sosial, dan juga ada bidang militer.

Kemajuan umat Islam tersebut sangat baik pada masa Bani Umayyah maupun Bani Abbasiyah terjadi tidak secara tiba-tiba begitu saja. Akan tetapi, ada proses perjuangan dan juga ada penyebabnya, yaitu disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya antara lain sebagai berikut.
  1. konsistensi dan istiqamah umat Islam kepada ajaran Islam,
  2. ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk maju,
  3. Islam sebagai rahmat seluruh alam,
  4. Islam sebagai agama dakwah sekaligus keseimbangan dalam menggapai kehidupan duniawi dan ukhrawi.
Sedangakan faktor eksternalnya adalah sebagai berikut.

  1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu telah mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pada saat itu pengaruh Persia pada saat itu sangat penting di bidang pemerintahan. Selain itu, mereka banyak berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat dan sastranya. Adapun pengaruh Yunani masuk melalui berbagai macam terjemah dalam banyak bidang ilmu, terutama ilmu filsafatnya.
  2. Gerakan Terjemah. Pada masa Periode Klasik, usaha penerjemahan kitab-kitab asing dilakukan dengan sangat giat. Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum terutama di bidang ilmu astronomi, ilmu kedokteran, ilmu filsafat, ilmu  kimia, dan sejarah.
Selain faktor-faktor yang disebutkan di atas, kejayaan Islam ini disebabkan juga oleh adanya gerakan ilmiah atau etos keilmuan dari para ulama yang ada pada Periode Klasik tersebut, antara lain seperti berikut di bawah ini. 
  1. Melaksanakan ajaran al-Qur’ān dengan cara yang maksimal, di mana banyak ayat dalam al-Qur’ān yang menyuruh agar kita menggunakan akal untuk berpikir. 
  2. Melaksnakan isi hadis, di mana banyak hadis yang menyuruh kita untuk terus-menerus menuntut ilmu, meskipun harus jauh umpamanya ke negeri Cina. Bukan hanya ilmu agama yang dicari, tetapi ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan kehidupan manusia di dunia ini.
  3. Mengembangkan ilmu agama dengan mengembangakan ijtihad para ulama, ilmu pengetahuan umum dengan mempelajarai ilmu filsafat Yunani. Maka, pada saat itu banyak bermunculan ulama fiqh, tauhid (kalam), tafsir, hadis, ulama bidang sains ilmu kedokteran, matematika, optik, kimia, fisika, geografi), dan lain sebagainya.
  4. Ulama yang berdiri sendiri serta menolak untuk menjadi pegawai pemerintahan pada saat itu.
Dari gerakan-gerakan yang dijelaskan di atas, lalu bermunculanlah tokoh-tokoh Islam yang memiliki semangat berijtihad dan mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan dalam bidang yang dikuasainya masing-masing, antara lain:

  1. Ilmu Filsafat
    a. Al-Kindi (809‒873 M),
    b. Al Farabi (wafat tahun 916 M),
    c. Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H),
    d. Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H),
    e. Ibnu Shina (980‒1037 M),
    f. Al-Ghazali (1085‒1101 M),
    g. Ibnu Rusd (1126‒1198 M).
  2. Bidang Kedokteran
    a. Jabir bin Hayyan (wafat 778 M),
    b. Hurain bin Ishaq (810‒878 M),
    c. Thabib bin Qurra (836‒901 M),
    d. Ar-Razi atau Razes (809‒873 M).
  3. Bidang Matematika
    a. Umar Al-Farukhan,
    b. Al-Khawarizmi.
  4. Bidang Astronomi
    a. Al-Farazi: pencipta Astro lobe
    b. Al-Gattani/Al-Betagnius
    c. Abul Wafa: menemukan jalan ketiga dari bulan
    d. Al-Farghoni atau Al-Fragenius
  5. Bidang Seni Ukir
    Badr dan Tariff (961‒976 M)
  6. Ilmu Tafsir
    a. Ibnu Jarir ath Tabary,
    b. Ibnu Athiyah al-Andalusy (wafat 147 H),
    c. As Suda, Muqatil bin Sulaiman (wafat 150 H),
    d. Muhammad bin Ishak dan lain-lain.
  7. Ilmu Hadis
    a. Imam Bukhori (194‒256 H),
    b. Imam Muslim (wafat 231 H),
    c. Ibnu Majah (wafat 273 H),
    d. Abu Daud (wafat 275 H),
    e. At-Tarmidzi, dan lain sebagainya.

UTANG-PIUTANG DAN SEWA MENYEWA DALAM ISLAM (Pengertian Utang-Piutang, Pengertian Sewa-Menyewa, Rukun Utang-Piutang, Syarat dan Rukun Sewa-Menyewa)

Hai Sahabat! Assalmualaikum, pada kesempatan kali ini, kami akan membahas tentang Utang-Piutang dan juga Sewa-Menyewa dalam Islam. Pada pembahasan kali ini terdapat beberapa bagain yang dibahas yaitu, Pengertian Utang-Piutang, Pengertian Sewa-Menyewa, Rukun Utang-Piutang, Syarat dan Rukun Sewa-Menyewa. Mari simak dengan seksama penjelasannya di bawah ini! 

www.pandaibelajar.com


UTANG-PIUTANG DAN SEWA MENYEWA DALAM ISLAM

UTANG-PIUTANG

A. Pengertian Utang-piutang
  Utang-piutang adalah suatu kegiatan untuk menyerahkan harta dan benda kepada seseorang dengan catatan akan dikembalikan pada waktu kemudian dan juga pada waktu yang telah disepakati antara peminjam dan pemberi hutang dan ditetapkan sebagai batas pengembalian.  Pegembalian uang dilakukan dengan tidak mengubah keadaan sepert pada saat orang tersebut meminjam. Contohnya berutang Rp. 100.000,00 di kemudian hari harus melunasinya dengan angka pengembalian yang sama yaitu, Rp. 100.000,00 juga tidak boleh kurang atau pun lebih. Memberikan utang kepada seseorang itu sama dengan kita menolongnya dan hal itu termasuk sangat dianjurkan oleh agama, karena kita sebagai umat islam haruslah saling tolong menolong antara satu dan juga yang lainnya.

B. Rukun Utang-piutang
Rukun utang-piutang terbagi menjadi tiga yaitu, sebagai berikut.

  1. Dipastikan ada yang berpiutang dan yang berutang
  2. Ada harta atau barang yang akan diutangkan.
  3. Lafadz kesepakatan atau ijab qobul. contohnya, Saya berikan ini kepadamu sebagai utang. Yang akan berutang lalu menjawab, Ya, saya utang dulu untuk itu, dan beberapa hari lagi (sebutkan dengan jelas dan tepat sesuai dengan kesepakatan) atau jika sudah punya akan dengan segera saya lunasi. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti keributan di kemudian hari, Allah Swt. Memerintahkan atau menyarankan agar proses utang piutang kita senantiasa  dicatat dengan baik utang-piutang yang kita lakukan. Apabila seseorang yang berutang ada masalah dalam pengembalian atau tidak dapat melunasi utang tersebut dengan tepat pada waktunya karena kesulitan atau belum mendapatkan barang atau harta yang akan dibayarkan, Allah Swt. Menganjurkannya harus memberikannya suatu kelonggaran.

  Artinya: Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.. (Q.S. al-Baqarah/2: 280)

  Jika seseorang yang berutang membayar utangnya dengan memberikan suatu kelebihan atas kemauannya sendiri dan sebagai rasa terimakasih untuk yang berpiutang tanpa perjanjian sebelumnya, maka kelebihan tersebut halal didapatkan dan tidak termasuk riba bagi yang berpiutang, dan hal itu merupakan suatu kebaikan bagi yang berutang. Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya sebaik-baik kamu, ialah yang sebaik-baiknya ketika membayar utang. (sepakat ahli hadis). 

  Abu Hurairah ra. berkata. Rasulullah saw. telah berutang hewan, kemudian beliau bayar dengan hewan yang lebih besar dari hewan yang beliau utang itu, dan Rasulullah saw. bersabda,
Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang dapat membayar utangnya dengan yang lebih baik. (HR. Ahmad dan Tirmidzi). 

  Bila orang yang berpiutang meminta tambahan pengembalian dari orang yang melunasi utang dan telah disepakati bersama sebelumnya, hukumnya tidak boleh. Tambahan pelunasan tersebut tidak halal sebab termasuk riba. Rasulullah saw. berkata Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat maka ia semacam dari beberapa macam ribā. (HR. Baihaqi)

SEWA-MENYEWA

A. Pengertian Sewa-menyewa
  Sewa-menyewa dalam fiqh Islam disebut juga dengan nama ijārah, yang berarti suatu imbalan yang harus diterima oleh seseorang atas jasa yang telah diberikannya kepada seseorang. Jasa yang dimaksud di sini adalah jasa yang berupa penyediaan tenaga dan pikiran, tempat tinggal, atau hewan.
Dasar hukum ijārah dalam firman Allah Swt.:

Artinya: ...dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.. (Q.S. al-Baqarah/2: 233)
Artinya: ...kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka...(Q.S. aṭ-Ṭalāq/65: 6)

B. Syarat dan Rukun Sewa-menyewa

  1. Yang menyewakan dan yang menyewa haruslah telah ballig dan juga berakal sehat.
  2. Sewa-menyewa dilaksanakan atas kemauan masing-masing, bukan karena keterpaksaan suatu pihak-pihak tertentu.
  3. Barang tersebut atau barang yang disewakan tersebut menjadi hak sepenuhnya orang yang menyewakan, atau walinya.
  4. Ditentukan barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya.
  5. Manfaat yang akan penyewa ambil dari barang yang disewakan tersebut harus diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak yang ijarah atau terkait sewa menyewa ini . Contohnya, ada orang akan menyewa sebuah ruko atau bangunan toko. Seorang penyewa haruslah dengan sebaik baiknya dan juga dengan sangat jelas untuk menerangkan segala jenis kegiatan yang akan dimanfaatkan oleh penyewa ruko tersebut kepada pihak yang menyewakan, apakah ruko tersebut akan ditempati untuk suatu usaha atau dijadikan gudang. Dengan begitu, seorang pemilik rumah akan mempertimbangkan boleh atau tidak untuk disewakan. Sebab risiko kerusakan rumah atau ruko tersebut antara dipakai sebagai tempat tinggal berbeda dengan risiko dipakai sebagai Gudang atau sebagai usaha. Demikian juga jika barang yang disewakan itu berupa kendaraan, harus dijelaskan dipergunakan untuk apa saja oleh seorang penyewa terhadap yang menyewakan. 
  6. Berapa lama akan memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan dengan baik dan jelas.
  7. Harga sewa dan cara pembayarannya juga harus ditentukan dengan baik dan jelas serta disepakati Bersama anatara kedua belah pihak.
   Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak tenaga kerja, haruslah diketahui secara jelas dan disepakati Bersama antara kedua belah pihak sebelumnya hal-hal berikut.

  1. Jenis pekerjaan dan jam bekerjanya.
  2. Berapa lama ditetapkan masa kerja.
  3. Berapa penghasilan atau gaji dan bagaimana sistem pembayarannya: harian, bulanan, mingguan, atau merupakan pekerjaan borongan.
  4. Tunjangan-tunjangan seperti transpor, kesehatan, dan lain sebgainya, jika ada.


PERBANKAN DALAM EKONOMI ISLAM (Bank Islam atau Bank Syari'ah, Sistem Kerja Bank Syariah, dan Pengertian Perbankan)

Hallo sahabat PandaiBelajar! Assalamualaikum, pada kesepatan kali ini kami akan membahas tentang masalah Perbankan, namun masalah perbankan kali ini kita bahas berdasarkan pada Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam. Dalam pembahasan kali ini, terdapat beberapa subbagian yang dibahas yaitu, Pengertian Perbankan, Bank Konvensional, Bank Islami, Bank Syari'ah, Sistem Kerja Bank Syariah, Sistem Mudarabah, Musyarakah, Wadiah, Qardul Hasan, Murabahah. Langsung saja kita ke pembahasan di bawah ini!

www.pandaibelajar.com


PERBANKAN DALAM PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM

Pengertian Perbankan
  Bank merupakan sebuah lembaga yang berkecimpung dalam bidang keuangan yang bergerak dalam menghimpun dana masyarakat untuk disalurkan kembali dengan menggunakan suatu system berupa bunga. Dengan begitu, hakikat dan tujuan bank ialah untuk membantu suatu golongan masyarakat yang membutuhkan, baik dalam menyimpan maupun meminjamkan baik berupa uang atau barang berharga lainnya dengan imbalan berupa bunga yang harus dibayarkan oleh masyarakat pengguna jasa bank. Bank dilihat dari segi penerapan bunganya, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

A. Bank Konvensional
  Bank konvensional adalah bank yang  berfungsi utama untuk menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan hal tersebut berupa uang ataupun benda yang berharga, baik perorangan maupun sebuah badan usaha, untuk mengembangkan usahanya dengan menggunakan sebuah tata sistem bunga.

B. Bank Islam atau Bank Syari’ah
  Bank Islam atau bank syari’ah adalah suatu bank yang menjalankan operasinya menurut syariat yang berasal dari hukum Islam. Istilah bunga yang ada pada bank konvensional tidak ada dalam bank yang berlandaskan syariat Islam. Bank syariah menggunakan beberapa cara yang bersih dari hal-hal yang berkaitan dengan suatu perbuatan riba, contohnya seperti berikut. 

  1. Muḍārabah, yaitu suatu kerja sama antara pemilik modal dan pelaku usaha dengan suatu perjanjian sebelum terlaksana dengan cara bagi hasil dan sama-sama menanggung kerugian dengan persentase yang telah disesuaikan dalam perjanjian. Dalam sistem muḍārabah, pihak bank sama sekali tidak mengintervensi manajemen suatu perusahaan yang berkaitan.
  2. Musyārakah, yaitu suatu kerja sama antara pihak bank dan pengusaha di mana masing-masing sama-sama memiliki saham di dalam usaha tersebut. Oleh karena hal itu, kedua belah pihak mengelola usahanya secara bersama-sama dan menanggung untung ruginya secara bersamaan juga.
  3. Wadi’ah, yaitu jasa yang dipergunakan untuk penitipan uang, barang, deposito, maupun surat berharga. Sebuah amanah dari pihak nasabah berupa uang atau barang titipan yang telah disebutkan di atas akan dipelihara dan dijaga dengan baik oleh pihak bank. Pihak bank juga memiliki hak untuk menggunakan dana yang dititipkan oleh seorang nasabah dan bank juga menjamin bisa mengembalikannya sewaktu waktu pemiliknya memerlukan dananya tersebut.
  4. Qarḍul hasān, yaitu suatu pembiayaan lunak yang diberikan kepada nasabah yang baik dalam suatu keadaan tertentu semisal ketika dalam keadaan darurat. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan simpanan pokok pada saat jatuh temponya saja. Biasanya layanan seperti ini hanya diberikan untuk nasabah yang memiliki deposito di bank tersebut sehingga hal tersebut menjadi wujud penghargaan dari bank kepada nasabah bank tersebut.
  5. Murābahah, yakni suatu istilah yang berasal dari dalam ilmu fiqih Islam yang menjabarkan atau menggambarkan suatu jenis penjualan di mana penjual tersebut akan sepakat dengan seorang pembeli untuk menyediakan suatu barang atua suatu produk, dengan ditambahkan beberapa jumlah keuntungan yang tertentu di atas biaya produksi yang dijalankan. Di dalam proses ini, penjual mengungkapkan biaya yang sebenarnya dan sesungguhnya yang dikeluarkan dan berapa keuntungan yang hendak atau akan dapat diambilnya. Pembayaran tersebut dapat dilakukan pada saat penyerahan barang atau ditetapkan pada tanggal tertentu yang telah disepakati sebelumnya. Dalam urusan ini, bank membelikan atau menyediakan barang yang diperlukan para pengusaha untuk dapat dijual lagi dan bank meminta tambahan harga atas harga yang ditentukan dalam hal pembeliannya. Akan tetapi, pihak bank harus secara jujur menginformasikan kepada nasabah tentang harga pembelian yang sebenar benarnya.


JUAL BELI DALAM PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM (Pengertian Mu’āmalah, Prinsip dan Praktik Jual-Beli)

Hai, Assalamualaikum kawan-kawan dan sahabat PandaiBelajar! Dalam pembahasan kali ini kami akan mengangkat materi tentang Jual Beli yang berjudul: Jual Beli dalam Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam. Dalam pembahasan kali ini ada beberapa subbagian yang akan dibahas yaitu, Pengertian Mu’āmalah, Pengertian Jual Beli, Prinsip dan Praktik Jual Beli, Syarat Jual Beli, Khiyar, Macam-macam Khiyar, Pengertian Khiyar, Riba, Pengertian Riba, dan Macam-macam Riba. Mari kita langsung saja baca pembahasan di bawah ini dengan seksama!

www.pandaibelajar.com


JUAL BELI DALAM PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM 

A. Pengertian Mu’āmalah

  Mu’āmalah di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan seperti pergaulan di sekitar masyarakat dan juga perdata, dan sebagainya. Sementara pengertian Mu’āmalah dalam ilmu fiqih Islam adalah proses terjadinya tukar menukar barang atau sesuatu yang akan memberi manfaat dengan cara yang ditempuh oleh yang bersedia melakukan tukar menukar dengan keikhlasan antara keduanya, seperti jual-beli, sewamenyewa, memberikan upah atau upah-mengupah, saling pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lain sebagainya. Dalam melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, dan pinjam-meminjam, Islam melarang beberapa hal di dalam kegiatan Mu’āmalah ini di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Tidak diperkenankan menggunakan suatu cara-cara yang batil.
2. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan-kegiatan yang menimbulkan riba.
3. Tidak diperkenankan melakukan tukar menukar dengan cara-cara ẓālim (aniaya).
4. Tidak diperkenankan mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan.
5. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan tukar menukar dengan cara-cara spekulatif atau berjudi.

6. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan transaksi jual-beli barang yang diharamkan oleh agama.

B. Prinsip dan Praktik Jual-Beli

  Arti dari jual beli menurut syariat agama adalah kesepakatan tukar-menukar benda anatara kedua orang yaitu penjual dan pembeli untuk memiliki benda tersebut selamanya. Melakukan transaksi atau jual-beli ini dibenarkan di dalam firman Allah Swt. yang artinya adalah berikut ini. 

Artinya: ...dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... (Q.S. al-Baqarah/2: 275).

  Apabila proses terjadinya transaksi atau disebut juga dengan jual-beli itu menyangkut suatu barang yang sangat besar atau lumayan besar nilainya, dan agar tidak terjadi kekurangan di kemudian hari, al-Qur’ãn memberikan saran atau menganjurkan agar dicatat, dan ada saksi yang terlibat dalam proses jual beli tersebut. Penjelasan tentang ini terdapat pada Q.S. al-Baqarah/2: 282.

a. Syarat-syarat jual-beli
  
Syarat-syarat sah yang telah ditetapkan dalam Islam tentang proses transaksi atau jual-beli adalah sebagai berikut.
1. Syarat Penjual dan pembelinya:
  • Harus telah melewati masa kanak-kanak (ballig)
  • dan juga haruslah berakal sehat,
  • Tidak ada keterpaksaan atau atas kehendak sendiri.

2. Syarat Uang dan barangnya:
  • Haruslah barang yang halal dan suci. Haram menjual arak dan bangkai, dan juga babi dan berhala, termasuk lemak bangkai babi.
  • Haruslah memiliki nilai manfaat bagi pembeli. Karena membeli barang-barang yang tidak bermanfaat bagi seorang pembeli sama saja halnya dengan menyia-nyiakan harta sendiri atau pemborosan. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah Swt yang artinya: Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Q.S. al-Isrā’/17: 27)
  • Keadaan barang dapat diserahterimakan dengan baik. Tidak sah dan tidak diperbolehkan menjual barang yang tidak dapat diserahterimakan atau terlihat secara fisik dan kondisi barang tersebut saat akan diserahterimakan. Contohnya, menjual ikan yang masih berada di dalam laut atau barang yang sedang dijadikan jaminan, semua hal itu sangat memungkinkan mengandung tipu daya yang merugikan pembeli.
  • Keadaan barang baik dan diketahui oleh penjual dan pembeli.
  • Barang milik sendiri, sabda Rasulullah saw. Tak akan sah jual-beli melainkan atas barang yang dimiliki. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

3. Ijab Qobul
  Ijab qobul haruslah dilakukan antara kedua orang yang bertransaksi atau saat melakukan jual beli. Contohnya seperti pernyataan penjual, Saya jual barang ini dengan harga sekian. Lalu setelah itu pembeli setuju dan menjawab, Baiklah saya beli. Dengan terlaksananya proses tersebut atau yang disebut dengan proses ijab qobul, berarti jual-beli tersebut telah berlangsung atas dasar suka sama suka. Rasulullah saw. bersabda, Sesungguhnya jual-beli itu hanya sah jika suka sama suka. (HR. Ibnu Hibban).

b. Khiyār

1. Pengertian Khiyār
  Arti dari kata Khiyār adalah bebas memutuskan antara meneruskan proses jual-beli menuju transaksi anatara kedua belah pihak yang sah atau membatalkannya. Dalam proses pelaksanaan jual beli atau transaksi, Islam memperbolehkan seorang pembeli atau penjual melakukan khiyār karena pelaksanaan proses jual-beli diharuskan atas dasar suka sama suka antara kedua belah pihak, tanpa ada unsur paksaan sedikit pun di dalamnya. Penjual memiliki hak untuk  mempertahankan harga barang dagangannya, sebaliknya, pembeli juga memiliki hak untuk  menawar atas dasar kualitas barang yang dia yakini. Rasulullah saw. bersabda, Penjual dan pembeli tetap dalam khiyar selama keduanya belum berpisah. Apabila keduanya berlaku benar dan suka menerangkan keadaan (barang)nya, maka jual-belinya akan memberkahi keduanya. Apabila keduanya menyembunyikan keadaan sesungguhnya serta berlaku dusta, maka dihapus keberkahan jual-belinya. (HR. Bukhari dan Muslim). 

2. Macam-Macam Khiyār
  • Khiyār Majelis, adalah keadaan di mana penjual dan pembeli masih berada di tempat proses berlangsungnya transaksi/tawar-menawar dan ijab qobul, keduanya berhak memutuskan untuk meneruskan atau membatalkan proses jual-beli yang dilakukan tersebut. Rasulullah Saw. bersabda, Dua orang yang berjual-beli, boleh memilih akan meneruskan atau tidak selama keduanya belum berpisah. (HR. Bukhari dan Muslim).
  • Khiyār Syarat, adalah khiyar yang dijadikan syarat dalam proses terjadinya tawar menwar atau jual-beli. Misalnya penjual mengatakan tentang proses jual beli yang berbatas waktu seperti, Saya akan jual barang ini dengan harga yang telah saya tentukan yaitu sekian dengan syarat khiyar dalam tiga hari. Maksud dari kalimat di atas adalah sang penjual memberikan batas waktu kepada sang pembeli untuk memutuskan jadi tidaknya proses pembelian barang tersebut dalam waktu tiga hari. Apabila pembeli setuju dengan hal tersebut, maka status barang tersebut sementara waktu atau dalam masa khiyār tidak ada atau tidak memiliki pemilik yang sah. Artinya, seorang penjual tidak berhak menawarkan kepada orang lain karena telah setuju dengan Khiyar yang dilakukan antara keduanya. Namun, apabila akhirnya pembeli memutuskan untuk tidak jadi membeli barang tersebut, maka barang tersebut menjadi hak penjualnya kembali. Rasulullah saw. bersabda kepada seorang lelaki, Engkau boleh khiyār pada segala barang yang engkau beli selama tiga hari tiga malam. (HR. Baihaqi dan Ibnu Majah).
  • Khiyār Aibi (cacat), adalah pembeli memilki hal untuk mengembalikan barang yang dibelinya jika terdapat cacat yang dapat mengurangi kualitas atau nilai barang tersebut, namun hendaknya dilakukan dengan cara yang sesegera mungkin.

c. Riba

1. Pengertian Ribā
  Ribā adalah bunga dari uang atau nilai lebih atas penukaran barang atau proses transaksi. Hal ini sering sekali terjadi dalam pertukaran atau transaksi bahan makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam. Apapun jenis Ribā, di dalam syariat Islam Riba hukumnya haram. Sanksi untuk hukum yang ditetapkannya juga sangat berat. Diterangkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan bahwa, Rasulullah mengutuk orang yang mengambil ribā, orang yang mewakilkan, orang yang mencatat, dan orang yang menyaksikannya. (HR. Muslim). Dengan hal tersebut, setiap orang yang terlibat dalam perlakuan riba sekalipun hanya sebagai saksi, akan tetapi tetap terkena dosanya juga. Untuk menghindari riba, apabila mengadakan jual-beli barang sejenis seperti emas dengan emas atau perak dengan perak ditetapkan syarat-syarat sebagai berikut.

a) Sama timbangan ukurannya,
b) Dilakukan secara serah terima saat itu juga,
c) Dilakukan secara tunai.

 Apabila dalam proses pelaksanaan serah terima tidak sama jenisnya, seperti emas dan perak boleh berbeda takarannya, akan tetapi tetap harus secara tunai dan diserahterimakan pada saat itu juga. Kecuali barang yang berlainan jenis dengan perbedaan yang cukup mencolok, seperti perak dan beras, dapat berlaku ketentuan jual-beli sebagaimana barang-barang yang lain.

2) Macam-Macam Ribā
  • Ribā Faḍli, adalah sutu proses pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya. Misalnya, cincin emas 21 karat seberat 11 gram ditukarkan dengan emas 21 karat namun emas tersebut seberat 13 gram. Kelebihan gram dalam emas tersebutlah yang termasuk riba.
  • Ribā Qorḍi, adalah proses pinjam meminjam dengan suatu syarat harus memberi kelebihan saat akan mengembalikannya. 
  • Ribā Yādi, adalah proses akad dalam melakukan jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya, namun penjual dan pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima. Seperti penjualan singkong, ketela, wortel yang masih di dalam tanah dan belum jelas keberadaannya.
  • Ribā Nasi'ah, adalah proses akad dalam pelaksanaan jual-beli dengan penyerahan barang beberapa waktu kemudian. Misalnya, membeli mangga yang masih kecil-kecil di pohonnya, kemudian diserahkan setelah besar-besar atau setelah layak dipetik. Hal tersebut termasuk riba.

Toleransi Sebagai Alat Pemersatu Bangsa

Hai Assalamualaikum Sahabat PandaiBelajar! kali ini kita bahas tentang Toleransi Sebagai Alat Pemersatu Bangsa. Sikap toleransi adalah sebuah sikap yang harus dimiliki oleh setiap individu, toleransi juga merupakan sikap yang sangat penting di dalam kehidupan kita, karena di kalangan masyarakat kita sangat bergam latar belakang baik sosial, budaya, agama, adat istiadat, ras, suku, dan lain sebagainya. Di dalam pembahasan kali ini terdapat beberapa subbagian yaitu, Pentingnya Sikap Toleransi dalam Kehidupan, Dalil-dalil Tentang Pentingnya Toleransi, Makna Toleransi, Pengertian Toleransi, dan Menghindarkan Diri dari Perilaku Tentang Tindak Kekerasan. Dari pada bingung, langsung saja kita kepembahasan di bawah ini!

www.pandaibelajar.com


A. Pentingnya Sikap Toleransi dalam Kehidupan

  Sikap saling bertoleransi tentulah sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai manusia sekaligus makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa. Sikap toleransi ini harus kita junjung tinggi baik ketika bertingkah lauku maupun saat kita berkata-kata. Pengertian toleransi dalam hal ini artinya menghormati dan belajar dari orang lain, menghargai setiap perbedaan yang ada di sekitar kita, serta menjembatani kesenjangan yang ada di sekitar kita sehingga tercapai kesamaan sikap. Toleransi juga mencerminkan bahwa berawal dari sikap kita untuk menerima perbedaan yang ada di sekitar kita dan menyadari bahwa perbedaan bukanlah suatu hal yang menyalahi aturan, karena perbedaan tersebut adalah suatu kekayaan yang harus dimengerti dan juga harus senantiasa dihargai. Misalnya perbedaan yang ada di sekitar kita yaitu, suku, agama, bangsa, ras, adat istiadat, budaya, perilaku, cara pandang manusia, pendapat, dan lain sebagainya. Dengan adanya suatu perbedaan tersebut manusia diharapkan mampu untuk memiliki sikap toleransi tinggi terhadap segala perbedaan yang berada baik disekitar kita maupun di luar lingkungan supaya tercapai hidup rukun antara individu dan individu lainnya, individu dengan kelompok, serta kelompok masyarakat dengan kelompok masyarat lainnya.Terkait dengan pentingnya sikap toleransi dalam kehidupan kita, Allah Swt. berfirman, sebagai berikut. 

Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (al-Qur’ān), dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Yūnus/10: 40)

Dan jika mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad), maka katakanlah, Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung jawab terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Yūnus/10: 41)

  Di dalam Q.S Yunus/ 10:40. Allah Swt. menjelaskan lewat ayat ini bahwa setelah Nabi Muhammad saw. berdakwah, ada orang yang beriman dan percaya terhadap al-quran serta mengikuti ajaran agama Islam dengan sebaik-baiknya, akan tetapi ada juga yang tidak mau beriman dan mereka terperangkap dalam kekafiran, dan di situlah terjadi perbedaan-perbedaan.
  Di dalam Q.S Yunus/10:41. Allah Swt. memberikan sebuah penjelasan terhadap rasululloh saw, bahwa jika masyarakat sekitar mendustakanmu, kaakanlah bahwa bagiku pekerjaanku dan bagi kalian pekerjaan kalian, masing-masing pekerjaan akan dipertanggungjawabkan secara sendiri-sendiri. Allah Swt Maha adil dan tidak akan pernah zalim, bahkan Allah Swt memberikan kepada tiap-tiap manusia sesuai dengan apa yang diterimanya. Kesimpulan dari kedua ayat tersebut adalah sebgai berikut.
  1. Setiap umat manusia yang hidup setelah diutusnya Nabi Muhammad saw. terbagi menjadi dua golongan yaitu, ada umat yang beriman terhadap kebenaran atas kerosulan dan keimanan terhadap kitab suci yang diberikan sebagai kabar gembira terhadap orang-orang beriman, dan ada juga golongan orang yang mendustakan kerasulan Nabi Muhammad saw. dan golongan tersebut mendustakan serta tidak beriman kepada al-quran.
  2. Allah Swt. Maha mengetahui sikap juga perilaku orang-orang beriman yang selama hidupnya di dunia ciptaan Allah Swt senantiasa selalu bertqwa kepada Allah Swt, begitu juga mengetahui orang-orang kafir yag tidak beriman terhadap Allah Swt.
  3. Orang-orang yang beriman harus tegas dan teguh pendirian atas keyakinannya. Tetap tegar meskipun hidup di tengah-tengah orang yang berbeda keyakinan dengan dirinya tersebut.  
B. Menghindarkan Diri dari Perilaku Tindak Kekerasan

  Manusia diciptakan oleh Allah Swt dengan dianugrahi oleh nafsu, dengan nafsu tersebut manusia bisa merasakan benci dan juga bisa merasakan cinta. Dengan nafsu juga manusia dapat melakukan persahabatan dan dapat pula melakukan permusuhan dengan manusia lainnya. Dengan nafsu pula manusia bisa mencapai suatu kesempurnaan dan dengan nafsu pula manusia bisa mendapatkan kesengsaraan di dalam hidupya. Hanya hawa nafsu yang berhasil dijinakan oleh pikiran atau otak yang mampu menuntun manusia ke jalan yang benar dan mengantarkan ke arah kesempurnaan. Namun, jika hawa nafsu tersebut tidak dapat terkendali oleh akal pikiran, maka hawa nafsu tersbut akan menjerumuskan manusia ke dalam jurang kesengsaraan dan suatu kehinaan baik di dunia maupun diakhirat.
  Adanya permusuhan itu diakibatkan dari suatu rasa benci yang dimiliki oleh setiap manusia. Seperti juga halnya cinta, benci pun berasal dari hawa bafsu yang tidak terkendali atau di luar kendali akal manusia. Permusuhan di antara manusia juga terkadang karena kedengkian terhadap hal-hal atau urusan-urusan duniawi. Terkadang juga permusuhan itu muncul diantara kita diakibatkan dasar ideologi dan keyakinan yang berbeda. Di dalam Islam tentulah dilarang perilaku kekerasan terhadap siapapun. 

Allah Swt. berfirman di dalam Q.S al-Maidah/5:32 yang artinya:

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain (qisas), atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya rasul-rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.” (Q.S. al-Māidah/5: 32)

  Di dalam ayat di atas Allah Swt. menjelaskan bahwa setelah peristiwa pembunuhan Qabil dan Habil, Allah Swt. menetapkan suatu hukum bahwa membunuh seorang manusia akan sama dengan membunuh seluruh manusia yang ada di muka bumi. Sebaliknya, jika menyelamatkan kehidupan seorang manusia, maka hal itu sama juga dengan menyelamatkan seluruh manusia. Firman Allah Swt ini memberikan gambaran bahwa kita hidup bermasyarakat dengan prinsip-prinsip sosial di mana masyarakat bagaikan suatu kesatuan bagian tubuh, sedangkan orang atau individu di dalam masyarakat tersebut bgaikan anggota tubuhnya. Apabila satu saja anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh lainnya juga ikut merasakan sakitnya. Al-quran memberikan perhatian khusus terhadap perlingdungan jiwa setiap manusia dan menganggap bahwa membunuh seorang manusia, sama saja dengan membunuh sebuah masyarakat. 
  Di dalam pengadilan negara-negara tertentu menetapkan hukum qisas, yaitu memberi hukuman berupah membunuh orang yang telah membunuh. Di Indonesia juga pernah dilakukan hukum seperti ini yaitu, hukuman mati bagi para pembunuh. 

Di dalam Q.S al-Maidah/5:32 terdapat tiga buah pelajaran yang dapat diambil. 
  1. Nasib kehidupan manusia sepanjang sejarah memiliki suatu keterkaitan dengan orang lain. Sejarah kemanusiaan merupakan mata rantai yang saling berhubungan anatara satu individu dan juga individu lainnya. Oleh karena itu, terputusnya satu saja mata rantai di dalam masyarakat akan mengakibatkan musnahnya sejumlah besar umat manusia.
  2. Nilai suatu pekerjaan berkaitan dengan tujuan mereka masing-masing, pembunuhan seorang manusia dengan maksud yang jahat merupakan pemusnahan sebuah masyarakat, akan tetapi keputusan pengadilan untuk melakukan eksekusi kepada orang yang berbuat pelanggaran berupa pembunuhan dalam rangka qisas merupakan sumber kehidupan masyarakat. 
  3. Seseorang yang memilih pekerjaan yang berhubungan dengan penyelamatan jiwa manusia, seperti halnya para dokter, perawat, polisi, tentara, pemadam kebakaran, dan lain sebagainya harus mengerti nilai pekerjaan mereka. Menyembuhkan atau menyelamatkan orang bagaikan menyelamatkan sebuah masyarakat dari kehancuran. 
  Tugas bersama kita sebagai manusia ciptaan Allah Swt. yang senantiasa bertqwa kepada-Nya adalah selalu menjaga ketenteraman kehidupan dengan cara mencintai orang-orang sekitar kita seperti, tetangga kita sendiri. Artinya, kita dilarang meakukan perilaku-perilaku yang dapat merugikan orang lain disekitar kita, termasuk menyakiti dan melakukan tindakan kekerasan kepadanya. 

  

KEJUJURAN SEBAGAI CERMIN KEPRIBADIAN (Pengertian, Pembagian Sifat Jujur, Dalil Al-Qur'an dan Hadis tentang Perintah Berlaku Jujur)

Hai, Assalamualaikum sahabat Pandai Belajar! dalam kesempatan kali ini kami akan membahas tentang Perilaku Jujur yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu kami mengangkat tema yang memunculkan judul bernama Kejujuran sebagai Cermin Kepribadian. dalam pembahasan kali ini terbagi menjadi dua sub judul yaitu, Makna Kejujuran yang mencakup Pengertian Jujur, Pengertian Kejujuran, Pembagian Sifat Jujur dalam Kehidupan, dan yang kedua adalah Dalil Al-Quran dan Hadis tentang Perintah Berlaku Jujur. Langsung saja kita menuju pembahasan di bawah ini.  

www.pandaibelajar.com


Kejujuran akan mengantarkan seseorang mendapatkan cinta kasih dan keridaan Allah Swt. Sedangkan kebohongan adalah kejahatan tiada tara, yang merupakan faktor terkuat yang mendorong seseorang berbuat kemunkaran dan menjerumuskannya ke jurang neraka. Kejujuran merupakan fondasi atas tegaknya suatu nilai-nilai kebenaran. Kejujuran akan menciptakan ketenangan, kedamaian, keselamatan, kesejahteraan, dan kenikmatan lahir batin baik di dunia maupun di akhirat kelak. Sementara, kedustaan menimbulkan kegoncangan, kegelisahan, konflik sosial, kekacauan, kehinaan, dan kesengsaraan lahir dan batin baik di dunia apalagi di akhirat.

A. Makna Kejujuran
  1. Pengertian Jujur 
       
        Arti dari kata Jujur di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah lurus hati; tidak berbohong (misalnya dengan berkata apa adanya); tidak curang (misalnya dalam permainan, dengan mengikuti aturan yang berlaku; tulus; ikhlas, sedangkan arti dari kata Kejujuran di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat keadaan jujur; ketulusan hati; kelurusan hati.
        Kata jujur di dalam bahasa Arab (as-sidqu atau siddiq) yang berarti benar, nyata, atau disebut juga denga berkata benar sesuai apa yang ada. Lawan kata jujur adalah dusta atau dalam bahasa Arab (al-kazibu). Arti kata jujur secara istilah bermakna kesesuain anata ucapan dan perbuatan, kesesuaian anatara informasi dan kenyataan, kemantapan dan ketegasan hati, dan suatu hal yang baik yang tidak dicampuri dengan kebohongan atau kedustaan.
  2. Pembagian Sifat Jujur dalam Kehidupan

             
    Menurut Imam al-Gazali sifat jujur atau benar, siddiq dalam bahasa Arab, Pembagian sifat jujur dibagi menjadi tiga yaitu, sebagai berikut.

    a. Jujur dalam niat atau berkehendak, artinya dorongan tindakan atau segala sesuatu hal yang dikerjakan oleh kita  harus karena dorongan Allah Swt dan tidak ada dorongan tindakan selain dari Allah Swt.

    b. Jujur dalam perkataan atau lisan, artinya setiap orang tak terkecuali kita haruslah dapat memelihara perkataan atau lisannya masing-masing. semua yang akan dikatakan harus berdasarkan pada kenyataan yang kita dapatkan, serta harus dapat menjaga kesesuaian berita yang diterima dan juga berita yang disampaikan. Menepati janji merupakan bentuk nyata dari sifat jujur di dalam diri kita karena kita selalu menjaga lidah atau lisan kita dengan cara menyampaikan berita yang sesuai dengan fakta yang telah terjadi.

    c. Jujur dalam perbuatan atau amaliah, artinya kita haruslah bisa menjaga supaya kita dapat selalu beramal dengan sungguh-sunggguh, dengan kita berbuat atau beramal dengan sungguh-sungguh menjadikan perbuatan lahirya tidak menujukan suatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya untuk selalu beramal dengan sungguh-sungguh. 
B. Dalil Al-Qur'an dan Hadis tentang Perintah Berlaku Jujur
  • Q.S. al-maidah/5:8 
              yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
         Kandungan ayat : ayat di atas menunjukan bahwa seluruh kaum muslimin harus melaksanakan amal dan pekerjaannya masing-masing baikpekerjaan yang berkaitan dengan urusan keagamaan ataupun pekerjaan atau kegiatan yang berkaitan dengan urusan keduniawian dengan baik, jujur, cermat, dan ikhlas hanya karena Allah Swt. dengan begitu kita bisa meraih kesuksesan dan memperoleh balasan yang diharapkan dan tentunya tetap dalam ketakwaan terhadap Allah Swt. Menurut Ibnu Kasir, maksud ayat di atas adalah agar orang-orang yang beriman menjadi penegak kebenaran karena Allah Swt, bukan karena manusia atau karena mencari popularitas, menjadi saksi dengan adil dan tidak curang, jangan pula kebencian kepada suatu kaum menjadikan kalian berbuat tidak adil terhadap mereka, tetapi terapkanlah keadilan itu kepada setiap orang, baik teman ataupun musuh karena sesungguhnya perbuatan adil menghantarkan pelakunya memperoleh derajat takwa.
  • Q.S. at-taubah/9:119
             yang artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah Swt. dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.
                Kandungan ayat : Allah Swt memberikan bimbingan kepada orang-orang yang beriman agar mereka senantiasa tetap dalam ketakwaan serta selalu mengharapkan rida Allah Swt dengan cara menjalankan segala perintahNya dan menjauhi laranganNya, dan hendaklah selalu bersama orang -orang yang jujur dan benar.
  • Hadis dari Abdullah bin Mas'ud ra.
                Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra., Rasulullah saw. bersabda, Hendaklah kamu berlaku jujur karena kejujuran menuntunmu pada kebenaran, dan kebenaran menuntunmu ke surga. Dan sesantiasa seseorang berlaku jujur dan selalu jujur sehingga dia tercatat di sisi Allah Swt. sebagai orang yang jujur. Dan hindarilah olehmu berlaku dusta karena kedustaan menuntunmu pada kejahatan, dan kejahatan menuntunmu ke neraka. dan seseorang senantiasa berlaku dusta dan selalu dusta sehingga dia tercatat di sisi Allah Swt. sebagai pendusta. (H.R. Muslim).

Pandangan Intelektual Muslim Tentang Demokrasi (Abdul A'la Al-Madudi, Mohammad Iqbal, Muhammad Imarah, Yusuf al-Qardhawi, Salim Ali al-Bahasnawi)

Assalamualaikum sahabat! Dalam pembahasan kali ini kita akan membahas tentang Teori Demokrasi. Nah, pada zaman sekarang ini hampir semua orang mengetahui demokrasi, bahkan menjadi paham paling populer di Indonesia bahkan di dunia, sebuah paham yang berasal dari Barat ini menjadi populer dengan kedaulatan rakyatnya. Akan tetapi Teori Demokrasi yang disajikan untuk dijadikan bahan pembahasan kali ini adalah Pandangan Intelektual Muslim Tentang Demokrasi. Dalam pembahasan kali ini terdapat bahasan tentang Pandangan Tokoh-tokoh Intelektual Muslim dan Pandangan Para Ulama Muslim Tentang Demokrasi, dan Islamisasi Demokrasi. Tokoh-tokoh yang dibahas kali ini adalah Abdul A'la Al-Madudi, Mohammad Iqbal, Muhammad Imarah, Yusuf al-Qardhawi, Salim Ali al-Bahasnawi. Langsung saja mari kita simak pembahasan di bawah ini!

www.pandaibelajar.com


PANDANGAN ULAMA/INTELEKTUAL MUSLIM TENTANG DEMOKRASI


  Secara keseluruhan, pandangan para ulama atau para intelektual di kalangan umat islam tentang adanya demokrasi terbagi menjadi dua pandangan berbeda yaitu, pertama ada kalangan cendikiawan muslim yang menyatakan menolak sepenuhnya, dan yang kedua ada yang berpandangan menerima adanya demokrasi tetapi dengan syarat-syarat tertentu. Di bawah ini diterangkan beberapa ulama atau cendikiawan muslim yang menyatakan kedua pandangan tersebut, baik itu yang menolak maupun menerima penerapan demokrasi, yaitu sebagai berikut.

1. Abdul A'la Al-Madudi

  Abdul A'la Al-Madudi menolak dengan sangat tegas tentang adanya demokrasi. Menurut pendapatnya, Islam tidak dikenalkan atau mengenal paham demokrasi yang memberikan kekuasaan besar bahkan kekuasaan penuh kepada rakyat untuk menetapkan semua hal-hal yang berkaitan dengan roda pemerintahan yang detail maupun skala besar. Paham demokrasi ini adalah buatan manusia tepatnya produk dari kalangan orang-orang Barat atas dasar pertentangan Barat pada agama sehingga paham ini cenderung menjurus ke arah sekuler. Oleh sebab itu, al-Maududi memberikan anggapan bahwa demokrasi modern ala Barat merupakan suatu hal yang bersifat syirik. Menurut pendapatnya, Islam menganut paham teokrasi yaitu berdasarkan hukum Tuhan yaitu Allah Swt. 

2. Mohammad Iqbal

  Menurut pendapat dari Mohammad Iqbal, sejalan dengan kemenangan sekularisme atas agama sehingga demokrasi modern yang kita kenal sekarang ini menjadi kehilangan atau tidak dilandaskan sisi spiritual. Hal ini mengakibatkan demokrasi modern menjadi jauh dari etika. Demokrasi dengan paham teorinya yang merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat telah mengabaikan keberadaan agama. Parlemen atau petinggi sebagai salah satu pilar dari demokrasi ini sangat berkemungkinan bisa menetapkan hukum yang bertentangan jauh dari aturan agama, hal itu bisa juga terjadi jika anggotanya menghendaki. Dikarenakan oleh hal-hal tersebut, Iqbal berpendapat bahwa model teori demokrasi dari Barat telah menghilangkan sisi moral dan spiritualnya. Mohammad Iqbal pun, menawarkan sebuah solusi yaitu konsep demokrasi spiritual yang dilandasi oleh etik dan moral ketuhanan. Model demokrasi yang disarankan oleh Iqbal adalah sebagai berikut.
  • Tauhid sebagai landasan asasi.
  • Kepatuhan terhadap hukum.
  • Saling toleransi sesama warga.
  • Tidak ada batasan wilayah, ras, dan juga warna kulit.
  • Penafsiran hukum dari Tuhan melalui ijtihad.
3. Muhammad Imarah
  
  Muhammad Imarah berpendapat bahwa Islam tidak menerima demokrasi secara mutlak dan juga tidak berarti menolaknya secara benar-benar mutlak. Di dalam demokrasi, kekuasaan legislatif untuk membuat dan menetapkan hukum secara mutlak berada pada tangan rakyat. Hal itu sangat bertentangan dengan agama islam karena kekuasaan penuh tersebut ada di tangan Allah Swt. Allah Swt lah pemegang hukum dan segala kekuasaan tertinggi. Manusia hanyalah makhluk ciptaanNya yang hanya bisa menjabarkan dan merumuskan hukum-hukum sesuai prinsip yang diturunkan Tuhan serta juga berijtihad untuk sesuatu yang tidak diatur secara rinci oleh ketentuan Allah Swt. Jadi Muhammad Imarah mengemukakan bahwa Allah Swt lah yang berjabat atau berposisi sebagai legislator, sementara itu manusia hanyalah sebagai faqih atau yang memahami dan menjabarkan hukum-hukum yang telah digariskan oleh Allah Swt. 
  Demokrasi yang dijunjung tinggi oleh kalangan orang-orang Barat berpulang kepada padangan mereka tentang batas kewenangan Tuhan. Seperti yang telah Aristoteles ungkapkan, bahwa Tuhan menciptakan alam semesta ini dan lalu dibiarkan-Nya, ungkapan ini termasuk teori di dalam filsafat Barat, dan disebutkan juga bahwa setelah itu manusia diberikan kewenangan penuh berupa kewenangan legislatif dan eksekutif. Sementara kita lihat di dalam agama Islam, Allah Swt lah yang memegang atau pemegang otoritas tersebut. Adapun hal yang lainnya di dalam demokrasi yang sejalan dengan islam seperti membangun hukum atas persetujuan umat, pandangan mayoritas, dan juga orientasi pandangan umum, termasuk lain sebagainya. 

4. Yusuf al-Qardhawi

  Al-Qardhawi berpendapat, bahwa substansi demokrasi adalah sejalan dengan ajaran agam Islam. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa hal yaitu, sebagai berikut.
  • Di dalam teori demokrasi proses pemilihan melibatkan khalayak ramai untuk mengangkat salah seorang dari kandidat yang berhak untuk memimpin dan mengurusi segala urusan serta keadaan masyarakat. Dari hal ini, jelas bahwa masyarakat memilih pemimpin yang disukainya dan tidak akan memilih pemimpin yang tidak disukainya. Hal ini sejalan dengan ajaran islam, Islam menolak seseorang menjadi imam dalam solat yang tidak disukai oleh ma'mumnya.
  • Hal yang sejalan dengan Islam lainnya adalah mendorong rakyat senantiasa melakukan usaha untuk meluruskan penguasa yang tirani. Karena amar ma'ruf dan nahi mungkar serta selalu memberikan nasihat kepada pemimpin yang memimpin rakyatnya adalah bagian dari ajaran Islam.
  • Pemilihan umum atau yang dikenal dengan pemilu juga termasuk jenis pemberian saksi. Oleh karena itu, barangsiapa yang sama sekali tidak menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat calon pemimpin yang seharusnya dipilih dan benar-benar layak dipilih menjadi kalah dan suara mayoritas condong kepada kandidat yang sebenarnya kurang layak bahkan tidak layak menjadi pemimpin, berarti dia telah menyalahi aturan dan perintah Allah Swt untuk senantiasa memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.
  • Penetapan suatu hukum-hukum yang didasarkan kepada suara mayoritas rakyatnya juga tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Suara mayoritas yang diambil ini tidak boleh bertentangan dengan nash syariat secara tegas.
  • Kebebasan mengemukakan pendapat, dan juga kebebasan pers, serta otoritas pengadilan merupakan sebagian hal di dalam teori demokrasi yang tentu sejalan dengan ajaran Islam.
5. Salim Ali al-Bahasnawi

  Menurut pendapar dari Salim Ali al-Bahasnawi, demokrasi mengandung sisi-sisi yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam, tetapi juga di dalamnya terdapt sisi negatif yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Sisi baik atau positif dari demokrasi ini adalah adanya kedaulatan rakyat selama hal tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Sementara, dari sisi buruknya adalah penggunaan hak legislatif yang begitu bebas yang bisa mengarah kepada sikap untuk menghalalkan yang haram dan juga bisa mengharamkan yang halal. Atas dasar kedua sisi dari demokrasi tersebut Salim Ali al-Bahasnawi memberikan suatu Islamisasi demokrasi yang dirumuskan sebagai berikut.
  • Menetapkan tanggung jawab setiap dari masing-masing individu di hadapan Allah Swt.
  • Wakil-wakil rakyat harus berlandaskan akhlak Islam dalam melaksanakan tugas dan dal musyawarah.
  • Mayoritas tidak menjadi ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan di dalam al-qur'an dan hadist/sunnah.
  • Komitmen terhadap Islam terkait dengan persyaratan untuk mendapatkan jabatan sehingga hanya ang bermoral baik yang dapat duduk di parlemen. 
    

Adab dan Metode Menyampaikan Nasihat disertai Hikmah dan Manfaatnya (Dakwah dan Tausyiah)

Hallo Assalamualaikum sahabat PandaiBelajar! Semoga Allah Swt senantiasa memberikan keberkahan kepada diri kita yaa, aamiin. Nah, pada kesempatan kali ini kami akan membahas tentang Adab dan Metode menyampaikan Nasihat. Kita tahu bahwa saat diri kita keluar jalur dan melenceng walaupun sedikit, maka disitulah kita perlu adanya nasihat dan juga teguran. Kita sebagai umat manusia haruslah selalu saling mensihati satu sama lain dalam menegakan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dengan begini kita akan selalu kuat dalam hal apapun. Maka dari itu, akan kami bahas di sini tentang Nasihat. Dalam pembahasan kali ini terdapat beberapa bagian yang dibahas yaitu, Adab dan Metode Menyampaikan Nasihat, Dakwah dan Tausyaiah, Proses Penyampaian Nasihat, serta Hikmah dan Manfaat Nasihat. Langsung saja sahabat PandaiBelajar kita bahas di bawah ini. Selamat membaca!

www.pandaibelajar.com


A. Adab dan Metode Menyampaikan Nasihat (Dakwah dan Tausyiah)

  Proses penyampaian nasihat merupakan bagian kerja dari dakwah. Dalam berdakwah tidak boleh ada hal sedikitpun yang ditutup-tutupi atau bahkan disembunyikan, semua hal-hal yang benar harus senantiasa disampaikan, meskipun hal tersebut akan berdampak buruk juga bagi yang menyampaikan hal tersebut. Hal ini dijelaskan atau dipaparkan oleh Rasuulloh saw dengan sabdanya yaitu, Katakanlah yang benar meskipun terasa pahit. Dengan demikian, semua hal mengenai pekerjaan harus dilakukan dengan cara yang sebaik-baiknya dan mengeluarkan semua kemampuan terbaik. Begitu juga halnya dengan dakwah ini, saat memberikan nasihat atau proses menyampaikan nasihat yaitu dakwah, haruslah memperhatikan banyak aspek, terutama terhadap objek dakwahnya, yaitu orang-orang yang kita beri nasihat atau juga disebut dengan umat. 
  Orang yang akan kita nasihati atau ojek dakwah adalah manusia yang memiliki beragam latar belakang, seperti berbeda adat, berbeda budaya, berbeda kecenderungan, beda pengetahuan, dan juga setiap orang pasti akan berbeda latar belakang sosialnya. Hal ini yang harus sangat diperhatiakan bagi orang yang berdakwah atau yang akan memberikan nasihat karena manusia merupakan makhluk yang ini dan beragam, maka cara pendekatannya juga harus dengan cara yang berbeda anatara satu individu dan juga individu lainnya. dikarenakan hal-hal tersebut, cara untuk mengoptimalkan dakwah yang akan disampaikan dan juga meminimalisir dampak-dampak yang buruk, berikut adalah adab-adab menyampaikan nasihat (Dakwah).
  1. Disampaikan dengan Cara Lemah Lembut dan Santun.
    Dalam firman Allah Swt sangat banyak dijelaskan dan mengajarkan kepada kita semua tentang bagaimana menyampaikan nasihat atatu juga dakwah kepada objek dakwah yaitu orang lain dengan cara yang santun dan juga senantiasa lemah lembut, di antaranya di dalam (Q.S Ali Imran/3:159 dan juga Q.s An-Nahl/16:125). Dalam ayat-ayat firman Allah Swt tersebut terdapat beberapa adab untuk menyampaikan nasihat yaitu berdakwah dan bertausyiah, yaitu sebagai berikut.
    a. Disampaikan dengan cara yang hikmah (bijak)
    b. Jika nasihat berbentuk ucapan atau lisan, haruslah disampaikan dengan cara yang baik.
    c. Jika akan melaksanakan pertukaran argumen (debat, diskusi, atau juga lewat jalan berdialog, hendaknya dilakukan dengan cara yang terbaik.
    d. Senantiasa menghargai perbedaan. Pada saat bertukar argumen dengan orang yang dinasihati, kemudian tidak mencapai titik temu, kita harus selalu menghargai pendapat mereka, dan janganlah kita memaksa mereka untuk tunduk atau patuh terhadap pendapat dan juga ajakan dari kita. Hal itu dikarenakan perbuatan yang bersifat pemaksaan dilarang.
  2. Memperhatikan Tingkat Pendidikan
    Tingkatan pendidikan dan juga tingkat kemampuan berpikir dari obejk dakwah haruslah menjadi hal yang dipertimbangkan dalam hal menyampaikan nasihat atau berdakwah dan juga bertausyiah dengan cara lisan. Rasululloh saw bersabda, Berbicaralah dengan manusia sesuai dengan kadar akal (daya pikir) mereka. (H.R Dailami).
  3. Menggunakan Bahasa yang Sesuai
    Bahasa yang patut digunakan hendaknya bahasa yang dapat dipahami dan sesuai juga dengan tingkat intelektual objek dakwah atau yang akan diberi nasihat. Ketika pendakwah berbicara di hadapan kalangan masyarakat awam, gunakanlah bahasa yang berbeda dengan yang digunakan di hadapan kaum terpelajar, dan juga sebaliknya, maka bahasa itu sangat penting dalam menyampaikan nasihat atau dalam proses berdakwah atau juga tausyiah.
  4. Memperhatikan Budaya
    Di mana bumi dipikaj, di situ langit dijunjung. Pepatah tersebut sangat diperlukan dalam berdakwah atau pun dalam dunia perdakwahan. Seseorang yang akan menyampaikan nasihatnya kepada masyarakat sekitar harus sangat memperhatikan budaya disekitar juga dan senantiasa menghargai budaya sekitar sehingga kita tidak melanggar norma-norma yang ada di masyarakat sekitar dan juga objek dakwah tidak akan tersinggung dengan penyampaian nasihat yang akan diberikan. 
  5. Memperhatikan Tingkat Sosial dan Ekonomi
    Kondisi ekonomi masyarakat sekitar yang menjadi sasaran objek dakwah merupakan hal yang sangat penting diperhatikan bagi pendakwah. Jika dalam suatu masyarakat sebagai sasaran dakwah tersebut termasuk kategori orang yang berhak menerima zakat (mustahiq), maka materi yang disampaikan atau nasihat yang disampaikan jangan didominasi dengan kewajiban untuk menunaikan zakat, tetapi materi yang disampaikan sebaiknya memotivasi masyarakat tersebut agar zakat yang telah diterima dapat dipakai dengan sebaik-baiknya dan dapat produktif yang selanjutnya tidak akan lagi menjadi mustahiq tetapi naik tingkat menjadi muzaki yaitu orang yang mengeluarkan zakat karena ekonomi sudah memadai.
  6. Memperhatikan Usia Objek Dakwah
    Saling menyangi dan juga saling menghargai serta menghormati satu sama lain berlaku dalam segala urusan apalagi dalam hal berdakwah. Pada dasarnya semua orang memiliki potensi untuk menerima nasiat dan juga dakwah, tetapi yang perlu kita perhatikan dalam menasihati orang tua tidak bisa disamakan dengan menasihati orang yang sebaya dengan kita atau juga teman atau orang yang lebih muda dari kita. 
  7. Yakin dan Optimis
    Seorang pendakwah atau dai haruslah memiliki rasa yakin dan juga optimis bahwa yang disampaikan dalam proses berdakwah merupakan nasihat yang bersumber dari Allah Swt, meskipun disampaikan sesuai dengan pemahaman seorang pendakwah atau dai, dan penuh harap bahwa kebenaran yang disampaikan nantinya akan tegak menggantikan kebatilan. 
  8. Menjalin Kerjasama Sama
    Dakwah merupakan kerja besar yang tidak mungkin dilakukan dengan cara sendiri atau dengan seorang dai saja tanpa ada dukungan dari objek dakwah dan juga orang lain yang membantu dalam hal menyampaikan nasihatnya. Di antara sesama manusia dalam hal ini dai harus memiliki jaringan dakwah yang terorganisir dengan baik. Akan tetapi, bukan sesama dai saja, kerja sama juga harus dilakukan dengan semua kalangan masyarakat. Semua kalangan harus saling bahu membahu dan saling mendukung serta menopang segala hal dalam menjalankan misi mulia ini menegakan amar maruf dan nahi munkar. Firman Allah Swt yang artinya: …Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa- Nya. (Q.S. al-Maidah /4:2).
  9. Konsekuen dengan Perkataan (Keteladanan)
    Setiap apa yang kitakan sudah seharnya sama dengan apa yang kita perbuat. Dengan keteladanan kita tersebut, kita selalu berharap dengan apa yang kita sampaikan kepada objek dakwah akan mau menerima dan juga mengikuti dengan suka rela. Jika masyarakat sebagai objek dakwah belum dapat atau tidak bisa melakukan apa yang kita sampaikan atau kita nasihati, janganlah menyerah untuk kemudian berhenti berdakwah, tapi jadikanlah sebuah motivasi yang tertanam dalam diri agar kita dapat dengan segara menjadi contoh yang baik bagi sasaran objek dakwah. Kebenaran harus tetap disampaikan meski itu terasa pahit, tapi para pendakwah atau disebut juga dengan dai wajib berbekal diri dengan wawasan yang sangaat luas baik berkaitan dengan materi dakwah maupun berkaitan dengan metode dakwahnya senidiri. Para pendakwah juga harus berusaha selalu konsekuen dengan perkataannya, sehingga dapat menjadi contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat sekitar dan juga umat.
B. Hikmah dan Manfaat Nasihat

  Tegaknya saling menasihati untuk senantiasa berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan sebuah jaminan kehidupan yang layak dunia akhirat. Manfaat dan hikmahnya sebagai berikut.
  1. Nasihat dari orang lain merupakan kontrol sosial kepada diri kita pada saat kita terlena dan tidak mempu melakukan introspeksi diri (muhasabah).
  2. Senantiasa mengingatkan diri sendiri untuk konsekuen (jika kita sebagai pemberi nasihat tersebut).
  3. Senantiasa menjaga hati dan pikiran serta menjaga diri dari rencana kotor atau tercela.
  4. Terjalinnya persatuan dan juga persaudaraan antara pemerintah dan semua kalangan masyarakat.
  5. Terjaganya lingkungan dari kemaksiatan dan juga penyakit sosial lainnya.
  6. Terciptanya keadilan, keamanan, ketenteraman, dan kedamaian di dalam masyarakat. 
  7. Mendapat balasan kebaikan dari Allah Swt di dunia dan akhirat.